Jumat, 30 Desember 2011


PEMANFATAN MIKORIZA BAGI LAHAN KRITIS
TUGAS AGRONOMI
 

                                                                 

Disusun oleh :
Umar Khasan
11032110055

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2011/2012




KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas “Pemanfaatan Mikoriza bagi Lahan Kritis” ini..
Penyusunan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak selaku Dosen mata kuliah pengatar agronomi yang telah membimbing dan mengarahkan kami.
Oleh karena itu penulis mencetuskan makalah ini sesuai dengan penugasan dan juga harapan untuk bisa memenuhi tugas yang diminta, penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya penulisan dimasa yang akan datang.
                                                                                                                   
                                                                                   Bangkalan, 10 Desember 2011



                                                                                                Penulis












Daftar Isi

Contents




ABSTRAK

            Lahan kritis atau lahan tidur di Indonesia yang luasnya semakin membesar yang tidak digunakan dan dibiarkan. Dalam rangka rehabilitasi lahan-lahan kritis yang luasnya semakin besar di Indonesia serta meningkatkan produktivitasnya untuk keperluan pertanian, perkebunan, kehutanan, dan pelestarian alam, perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat memodifikasi lingkungan tumbuh tanaman.
            Kondisi lahan yang sangat kritis dapat membuat tanaman kekurangan air dan unsur hara, kondisi fisik tanah juga sangat berpengaruh karena akar tidak berkembang dan proses terjadinya infiltrasi air hujan. Kandungan garam yang sangat tinggi dan juga tanaman dapat keracunan karena unsur toksis yang tinggi.
            Pemanfaatan mikoriza merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produktivitas lahan kritis. Karakteristik asosiasi mikorisa ini memungkinkan tanaman untuk memperoleh air dan hara dalam kondisi lingkungan yang kering dan miskin unsur hara, perlindungan dari patogen akar dan unsur toksik dan secara tidak langsung melalui perbaikan struktur tanah.
           












BAB I

PENDAHULUAN


1.      1. LATAR BELAKANG

Kondisi iklim di Indonesia seperti curah hujan dan suhu yang tinggi, khususnya Indonesia bagian barat, menyebabkan tanah-tanah di Indonesia didominasi oleh tanah berpelapukan lanjut. Tanah-tanah ini secara alamiah tergolong tanah marginal dan rapuh serta mudah terdegradasi menjadi lahan kritis. Namun, degradasi lahan lebih banyak disebabkan karena adanya pengaruh intervensi manusia dengan pengelolaan yang tidak mempertimbangkan kemampuan dan kesesuain lahan.
Kemampuan tanah untuk mendukung kegiatan usaha pertanian atau pemanfaatan tertentu bervariasi menurut jenis tanah, tanaman dan faktor lingkungan. Oleh karenanya pemanfaatan tanah ini harus hati-hati dan disesuaikan dengan kemampuannya, agar tanah dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Data dari Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan tahun 1993 dalam Zaini et al (1996) menunjukkan bahwa di Indonesia saat ini terdapat sekitar 7,5 juta ha lahan yang tergolong potensial kritis, 6,0 juta ha semi kritis dan 4,9 juta ha tergolong kritis. Data ini merupakan indikasi bahwa tingkat pengelolaan lahan di Indonesia tergolong buruk.

1.      2. Rumusan Masalah

a.       Apa yang dimaksud dengan Mikoriza?
b.      Manfaat bagi lahan yang kritis, apa peranan dari Mikoriza itu sendiri?
c.       Bagaimana cara kerja dari Mikoriza dalam mengatasi lahan yang kritis?
d.      Faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan Mikoriza?

1.      3. Tujuan

Dari rumusan masalah diatas, dan tujuan dari penelitian kami tentang pemanfaatan Mikoriza bagi lahan kritis adalah untuk :
a.       Mengetahui apa yang dimaksud dengan Mikoriza
b.      Mengetahui peranan dari Mikoriza dalam mengatasi lahan yang kritis
c.       Mengetahui cara atau sistem kerja dari Mikoriza dalam menanggulangi lahan kritis
d.      Mengetahui faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Mikoriza

BAB II

PEMBAHASAN

2.      1. Pengertian

Mikoriza merupakan suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan tingkat tinggi dan miselium cendawan tertentu. Nama mikoriza pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan Jerman Frank pada tanggal 17 April 1885. Menurut Nuhamara Mikoriza merupakan suatu struktur yang mencerminkan adanya interaksi anatara autobion/tumbuhan tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Mikoriza berasal dari kata Miko (Mykes = cendawan) dan Riza yang berarti Akar tanaman. Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang sangat luas baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun penyebarannya.
Mikoriza dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar (tipe) yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Namun ada juga yang membedakan menjadi 3 kelompok dengan menambah jenis ketiga yaitu peralihan dari 2 bentuk tersebut yang disebut ektendomikoriza. Pola asosiasi antara cendawan dengan akar tanaman inang menyebabkan terjadinya perbedaan morfologi akar antara ektomikoriza dengan endomikoriza. Pada ektomikoriza, jaringan hipa cendawan tidak sampai masuk kedalam sel tapi berkembang diantara sel kortek akar membentuk "hartig net dan mantel dipermukaan akar. Sedangkan endomikoriza, jaringan hipa cendawan masuk kedalam sel kortek akar dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesicle dan sistem percabangan hipa yang disebut arbuscule, sehingga endomikoriza disebut juga vesicular-arbuscular micorrhizae (VAM).
Mikoriza cepat tumbuh pada daerah tropis untuk melakukan proses perkecambahan. Kondisi lingkungan dan endapik sangat cocok untuk perkecambahan spora cendawan. Mikoriza tidak hanya tumbuh pada kondisi drainase air yang baik, tetapi pada lahan tergenang seperti padi sawah. Sifat cendawan ini dapat dijadikan bioremidiasi lahan kritis.
Ekosistem alami mikoriza di daerah tropika (tropical rain forest), dicirikan oleh keragaman spesies yang sangat tinggi, khususnya dari jenis ektomikoriza (Munyanziza et al 1997). Hutan alami yang terdiri dari banyak spesies tanaman dan umur yang tidak seragam sangat mendukung perkembangan mikoriza. Konversi hutan untuk lahan pertanian akan mengurangi keragaman jenis dan jumlah propagul cendawan, karena perubahan spesies tanaman, jumlah bahan organik yang dihasilkan, unsur hara dan struktur tanah.

2.  2. Mikoriza dan Pertumbuhan Tanaman

Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya. Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham, 1994). Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Nuhamara (1994) mengatakan bahwa sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu :
    1. Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah
    2. Mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar.
    3. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim
    4. Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin.
Dalam kaitan dengan pertumbuhan tanaman, Plencette et al dalam Munyanziza et al (1997) mengusulkan suatu formula yang dikenal dengan istilah "relatif field mycorrhizal depedency" (RFMD) :
RUMUS :
RFMD =     [ (BK. tanaman bermikoriza - BK. tanaman tanpa mikoriza) / BK. Tanaman tanpa mikoriza ] x 100 %  
Namun demikian, respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh karakteristik tanaman dan cendawan, tapi juga oleh kondisi tanah dimana percobaan dilakukan. Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh faktor lingkungan tanah yang meliputi faktor abiotik (konsentrasi hara, pH, kadar air, temperatur, pengolahan tanah dan penggunaan pupuk/pestisida) dan faktor biotik (interaksi mikrobial, spesies cendawan, tanaman inang, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi antar cendawan mikoriza). Adanya kolonisasi mikoriza tapi respon tanaman yang rendah atau tidak ada sama sekali menunjukkan bahwa cendawan mikoriza lebih bersifat parasit (Solaiman dan Hirata, 1995).






2.    3. Peranan Mikoriza bagi Lahan Kritis

3.    1. Lahan Alang – Alang

Padang alang-alang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau besar lainnya. Lahan alang-alang pada umumnya adalah tanah mineral masam, miskin hara dan bahan organik, kejenuhan Al tinggi. Disamping itu padang alang-alang juga memiliki sifat fisik yang kurang baik sehingga kurang menguntungkan kalau diusahakan untuk lahan pertanian. Alang-alang dikenal sebagai tanaman yang sangat toleran terhadap kondisi yang sangat ekstrim. Diketahui bahwa alang-alang berasosiasi dengan berbagai cendawan mikoriza arbuscular seperti Glomus sp., Acaulospora dan Gigaspora. Kemasaman dan Al-dd tinggi bukan merupakan faktor pembatas bagi cendawan mikoriza tersebut, tapi merupakan masalah besar bagi tanaman/tumbuhan. Dengan demikian cendawan mikoriza ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman pangan. Kabirun dan Widada (1994) menunjukkan bahwa inokulasi MVA mampu meningkatkan pertumbuhan, serapan hara dan hasil kedelai pada tanah Podsolik dan Latosol. Pada tanah Podsolik serapan hara meningkat dari 0,18 mgP/tan menjadi 2,15 mg P/tan., sedangkan hasil kedelai meningkat dari 0,02 g biji/tan. menjadi 5,13 g biji /tan. Pada tanah Latosol serapan hara meningkat dari 0,13 mg P/tan. menjadi 2,66 mg P/tan, dan hasil kedelai meningkat dari 2,84 g biji/tan menjadi 5,98 g biji/tan. Penelitian pemupukan tanaman padi menggunakan perunut P pada Ultisols menunjukkan bahwa serapan hara total maupun yang berasal dari pupuk meningkat nyata pada tanaman yang diinokulasikan dengan cendawan.
Disamping untuk tanaman pangan, penghutanan kembali lahan alang-alang juga sangat diperlukan untuk memperbaiki kondisi hidrologi di wilayah tersebut dan daerah hilirnya. Kegagalan program reboisasi yang dilakukan di lahan alang-alang dapat diatasi dengan menginokulasikan mikoriza pada bibit tanaman penghijauan. Bibit yang sudah bermikorisa akan mampu bertahan dari kondisi yang ekstrim dan berkompetisi dengan alang-alang. Penelitian Ba et al (1999) yang dilakukan pada tanah kahat hara menunjukkan bahwa inokulasi ektomikoriza pada bibit tanaman Afzelia africana dapat meningkatkan pertumbuhan bibit dan serapan hara oleh tanaman hutan tersebut (Tabel 1 ). Pentingnya mikoriza didukung oleh penemuan bahwa tanaman asli yang berhasil hidup dan berkembang 81% adalah bermikoriza.
Pada lahan alang-alang yang sistem hidrologinya telah rusak, persediaan air bawah tanah menjadi masalah utama karena tanahnya padat, infiltrasi air hujan rendah, sehingga walaupun curah hujan tinggi tapi cadangan air bawah permukaan tetap sangat terbatas. Pengalaman menunjukkan bahwa kondisi ini merupakan salah satu sebab kegagalan program transmigrasi lahan kering. Petani transmigran kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan tanaman (khususnya tanaman pangan) sering gagal panen karena stres air.
Tanaman yang bermikoriza terbukti mampu bertahan pada kondisi stres air yang hebat. Hal ini disebabkan karena jaringan hipa eksternal akan memperluas permukaan serapan air dan mampu menyusup ke pori kapiler sehingga serapan air untuk kebutuhan tanaman inang meningkat. Morte et al (2000) menunjukkan bahwa tanaman Helianthenum almeriens yang diinokulasi dengan Terfesia claveryi mampu berkembang menyamai tanaman pada kadar air normal yang ditandai berat kering tanaman, net fotosintesis, serta serapan hara NPK. Penelitian lain menunjukkan bahwa tanaman narra (Pterocarpus indicus) (Castillo dan Cruz, 1996) dan pepaya (Cruz et al, 2000) bermikoriza memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kekeringan dibandingkan tanaman tanpa mikoriza yang ditandai dengan kandungan air dalam jaringan dan transpirasi yang lebih besar, meningkatnya tekanan osmotik, terhidar dari plasmolisis, meningkatnya kandungan pati dan kandungan proline (total dan daun) yang lebih rendah selama stress air.

2.  4. Pengertian Bioredimasi Pencemaran Tanaman

Pencemaran lingkungan tanah belakangan ini mendapat perhatian yang cukup besar, karena globalisasi perdagangan menerapkan peraturan ekolabel yang ketat. Sumber pencemar tanah umumnya adalah logam berat dan senyawa aromatik beracun yang dihasilkan melalui kegiatan pertambangan dan industri. Senyawa-senyawa ini umumnya bersifat mutagenik dan karsinogenik yang sangat berbahaya bagi Bioremidiasi tanah tercemar logam berat sudah banyak dilakukan dengan menggunakan bakteri pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat
Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun dengan melalui akumulasi logam-logam dalam hipa ekstramatrik dan "extrahyphae slime"  sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Namun demikian tidak semua mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap logam beracun, karena masing-masing mikoriza memiliki pengaruh yang berbeda. Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremidiasi tanah tercemar, disamping dengan akumulasi bahan tersebut dalam hipa, juga dapat melalui mekanisme pengkomplekan logam tersebut oleh sekresi hipa ekternal. Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh limbah industri (polutan organik, sedimen pH tinggi atau rendah pada jalur aliran maupun kolam pengendapan) juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman semi akuatik seperti Phragmites australis. Oliveira et al (2001) menunjukkan bahwa P. australis dapat berasosiasi dengan cendawan mikoriza melalui pengeringan secara gradual dalam jangka waktu yang pendek. Hal ini dapat dijadikan strategi pengelolaan lahan terpolusi (phytostabilisation) dengan meningkatkan laju perkembangan spesies mikotropik. Penelitian Joner dan Leyval (2001) menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar oleh polysiklik aromatic hydrocarbon (PAH) dari limbah industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, tapi tidak terhadap pertumbuhan reygrass. Dengan mikoriza laju penurunan hasil clover karena PAH dapat ditekan. Tapi bila penambahan mikoriza dibarengi dengan penambahan surfaktan, zat yang melarutkan PAH, maka laju penurunan hasil clover meningkat. Tanaman yang tumbuh pada limbah pertambangan batubara diteliti Rani et al (1991) menunjukkan bahwa dari 18 spesies tanaman setempat yang diteliti, 12 diantaranya bermikorisa. Tanaman yang berkembang dengan baik di lahan limbah batubara tersebut, ditemukan adanya "oil droplets" dalam vesikel akar mikoriza. Hal ini menunjukkan bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga bahan beracun tersebut tidak sampai diserap oleh tanaman.

2.  5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikoriza

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Mikoriza sudah pasti faktor lingkungan yang berperan aktif dalam proses pertumbuhan. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya adalah suhu, kadar air tanah, pH tanah, bahan organic, cahaya dan ketersediaan hara, bahan organic dan unsur lain, fungisida.
a.       Suhu
Suhu yang relative tinggi sangat mempengaruhi pertumbuhan cendawan. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam sesuai dengan jenisnya. Beberapa Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida, diwilayah subtropika mengalami perkecambahan paling baik pada suhu 34°C, sedangkan untuk spesies Glomus yang berasal dari wilayah beriklim dingin, suhu optimal untuk perkecambahan adalah 20°C.
b.         Kadar air tanah
Untuk tanaman yang tumbuh didaerah kering, adanya MVA menguntungkan karena dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air (Vesser et el,1984dalam Pujianto, 2001). Adanya MVA dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air tanaman inang.
c.         pH tanah
Cendawan pada umumnya lebih tahan lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Perubahan pH tanah melalui pengapuran biasanya berdampak merugikan bagi perkembangan MVA asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga pembentukan mikoriza menurun (Santosa, 1989). Untuk itu tindakan pengapuran dibarengi tindakan inokulasi dengan cendawan MVA yang cocok agar pembentukan mikoriza terjamin.
d.      Bahan Organik
Komponen-komponen dari bahan organik sangatlah banyak dan mempengaruhi pertumbuhan mikoriza. Unsur-unsur yang terdapat pada bahan organik yang mempengaruhi pertumbuhan mikoriza. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organic 1-2 persen sedangkan pada tanah-tanah berbahan organic kurang dari 0,5 persen kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001). Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan MVA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi MVA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya.










BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa mikoriza merupakan suatu struktur yang khas mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling interaksi antara autobion/tumbuhan tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu.
Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perkebunan atau hutan tanaman industri akan merubah keragaman jenis dan umur spesies tanaman , bahan organik tanah serta siklus hara dan air. Kondisi ini akan merubah keragaman spesies dan jumlah propagul cendawan mikoriza.
Lahan alang-alang dapat ditingkatkan produktivitasnya untuk tanaman pangan, perkebunan, hutan tanaman industri maupun penghiajuan dengan memanfaatkan bibit tanaman yang telah bermikoriza agar dapat bertahan dalam kondisi miskin hara, kekeringan, serta persaingan dengan tumbuhan alang-alang.
Tanaman pada lahan salin dapat bertahan pada kondisi salinitas tinggi bila berasosiasi dengan cendawan mikoriza, karena dalam kondisi salinitas tinggi hipa eksternal cendawan masih mampu mensuplai air dan unsur hara untuk tanaman inang, sehingga mencegahnya dari proses plasmolisis akibat proses osmotik.





















Daftar Pustaka

Aggangan, N.S. B.Dell and N. Malajczuk, 1998. Effects of chromium and nickel on growth of the ectomycorrizal fungus Pisolithus and formation of ectomycorrizas on Eucalyptus urophylla S.T. Blake. Geoderma 84 : 15-27.
Ali, G.M., E.F. Husin, N. Hakim dan Kusli, 1997. Pemberian mikoriza vesikular asbuskular untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat tanaman padi gogo pada tanah Ultisols dengan perunut 32P. p. 597-605 dalam Subagyo et al (Eds). Prosiding Kongres Nasional VI HITI, Jakarta, 12-15 Desmber 1995.
Al-Kariki, G.N., 2000. Growth of mycorrhizal tomato and mineral acquisition under salt stress. Mycorrhiza J. 10/2 : 51-54.
http://pengertian mikoriza. Com
http:// peranan mikoriza. Com